Ancaman Tak Terduga yang Bisa Bikin Bunga Bangkai Punah

Bunga bangkai terancam punah akibat hilangnya habitat, perubahan iklim, spesies invasif, serta pencatatan riwayat genetik yang tidak lengkap dan tidak konsisten.


Bunga bangkai terancam punah akibat hilangnya habitat, perubahan iklim, spesies invasif, serta pencatatan riwayat genetik yang tidak lengkap dan tidak konsisten.    Gambar ilustrasi dibuat oleh AIGambar ilustrasi dibuat oleh AI


Ringkasan: 

  • Bunga bangkai di kebun raya kebanyakan merupakan klon atau hasil persilangan kerabat dekat.
  • Hal itu menyebabkan inbreeding yang berdampak pada kesehatan, kesuburan, dan ketahanan tanaman.
  • Perlu sistem dokumentasi genetik yang rapi untuk mendukung keberlangsungan spesies ini di masa depan.


Amorphophallus titanum, atau yang lebih dikenal sebagai bunga bangkai, kini menghadapi ancaman serius yang semakin kompleks. 


Selain tertekan oleh kehancuran habitat, perubahan iklim, dan spesies invasif, sebuah studi baru mengungkapkan adanya ancaman tambahan yang tak terduga: catatan sejarah yang tidak lengkap dan tidak konsisten.


Mekanisme Reproduksi yang Rumit


Bunga bangkai merupakan tanaman langka yang hanya mekar secara sporadis dan dalam waktu sangat singkat — hanya sekitar 24 hingga 48 jam. 


Proses mekarnya pun cukup rumit: bunga betina mekar terlebih dahulu, dan saat bunga jantan matang, bunga betina sudah tidak subur lagi. Hal ini membuat penyerbukan silang menjadi tantangan tersendiri.


Catatan Genetik yang Kacau


Peneliti dari Northwestern University dan Chicago Botanic Garden menyelidiki penyebab memburuknya kesehatan genetik bunga bangkai yang dibudidayakan, meskipun perawatannya sudah dilakukan dengan baik.


Mereka menemukan bahwa data genetik sering kali tidak berpindah bersama tanamannya saat dipindahkan antar lembaga. 


Catatan yang tersebar dalam bentuk catatan tangan, spreadsheet, hingga email menyebabkan informasi penting seperti asal usul, kesehatan, dan riwayat penyerbukan tanaman hilang atau tidak tercatat.


Akibatnya, 24% dari tanaman yang disurvei merupakan klon, sementara 27% merupakan hasil persilangan antara kerabat dekat. 


Uji genetik pada 65 sampel tanaman mengonfirmasi rendahnya keragaman genetik dan tingginya tingkat inbreeding (perkawinan sedarah).


Dampak dari Keragaman Genetik yang Rendah


Menurut peneliti utama, Murrell, rendahnya keragaman genetik memiliki banyak risiko. Tanaman hasil inbreeding cenderung:

  • Menghasilkan lebih sedikit serbuk sari,
  • Cepat mati setelah berbunga,
  • Atau tidak memiliki kemampuan bertahan hidup karena menjadi bibit albino yang tidak bisa melakukan fotosintesis.


Populasi yang didominasi oleh individu hasil inbreeding juga lebih rentan terhadap penyakit, hama, dan perubahan lingkungan.


Hanya Tersisa Sekitar 162 Individu di Alam Liar


Data terbaru yang dipublikasikan di jurnal Biodiversity and Conservation menunjukkan bahwa hanya tersisa sekitar 162 bunga bangkai di alam liar. Oleh karena itu, upaya pelestarian di kebun raya dan lembaga riset menjadi sangat penting.


Namun, peneliti menekankan bahwa upaya pelestarian tidak akan berhasil tanpa sistem pencatatan yang akurat dan konsisten.


"Dengan mengurangi inbreeding dan memperluas keragaman genetik, lembaga pelestarian dapat memberikan harapan bagi tanaman luar biasa ini," ujar Murrell. |


Sumber: Artikel asli berjudul "Smells like trouble: Popular 'corpse flower' is headed towards extinction", dipublikasikan di jurnal Annals of Botany, dilansir dari ZME Science dan Biodiversity and Conservation.
| Penyaduran dibantu AI

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama