Tak Bisa Membayangkan Apapun, Derita Orang-orang Afantasia

Berkebalikan dengan hiperfantasia, mereka tak bisa membayangkan apapun, bahkan orang terkasih sekalipun.

Orang-orang dengan afantasia tak bisa membayangkan apapun. (Ilustrasi: Freepik)
Orang-orang dengan afantasia tak bisa membayangkan apapun. (Ilustrasi: Freepik)

ngarahNyaho! - Apa rasanya memejamkan mata, namun saat ingin membayangkan matahari terbenam, wajah orang yang dicintai, atau kenangan berharga, tidak bisa melakukannya? 

Bagi beberapa orang itu adalah penderitaan yang nyata, bukan hipotetis. Itulah yang disebut afantasia. Kondisi itu mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan bayangan.

Di sisi lain, ada pula penderita hiperfantasia, yang memiliki imajinasi visual yang luar biasa jelas. 

Profesor Adam Zeman, seorang peneliti terkenal dari Universitas Exeter, telah berada di garis depan dalam upaya penelitian mengenai afantasia dan hiperfantasia.

Dalam ulasannya baru-baru ini, yang diterbitkan dalam Trends in Cognitive Sciences, ia merangkum temuan dari hampir 50 penelitian yang dilakukan selama dekade terakhir.

Analisis komprehensif ini menyoroti subtipe afantasia, potensi kaitannya dengan autisme, dan perbedaan fisiologis dan saraf antara penderita afantasia dan hiperfantasia.

Salah satu temuan paling mencolok dari penelitian ini adalah hubungan antara afantasia dan memori otobiografi.

Orang yang tidak dapat membayangkan gambaran sesuatu cenderung tidak dapat mengingat dengan jelas detail peristiwa pribadi yang penting di masa lalu. 

Selain itu, mereka mungkin kesulitan mengenali wajah, sebuah fenomena yang dikenal sebagai prosopagnosia.

Namun, penting untuk menyadari bahwa afantasia bukanlah suatu kondisi yang homogen. 

Ulasan Profesor Zeman menyoroti bahwa tidak semua orang dengan afantasia mengalami memori otobiografi yang buruk atau kesulitan dalam pengenalan wajah. 

Afantasia melampaui bidang gambaran visual. Individu dengan kondisi ini mungkin juga mengalami kesulitan membayangkan pengalaman sensorik lainnya, seperti musik atau sensasi sentuhan.

Hal ini menunjukkan bahwa afantasia tidak terbatas pada domain visual tetapi dapat mencakup gambaran mental yang lebih luas.

Menariknya, meskipun mereka tidak mampu memvisualisasikan sesuatu, banyak penderita afantasia melaporkan mengalami mimpi visual. Temuan tak terduga ini menambah lapisan intrik dalam studi tentang kondisi ini.

Versus hiperfantasia 

Meskipun afantasia mempengaruhi sekitar satu persen populasi, di sisi lain terdapat hiperfantasia, yang ditandai dengan imajinasi visual yang sangat jelas.

Hiperfantasia diperkirakan mempengaruhi sekitar tiga persen individu, meskipun angka ini dapat meningkat menjadi lima dan sepuluh persen jika kriteria yang lebih inklusif diterapkan.

Baik afantasia maupun hyperphantasia sering kali diturunkan dalam satu keluarga, sehingga menunjukkan adanya komponen genetik yang potensial. 

Ulasan Profesor Zeman memberikan bukti bahwa variasi dalam fisiologi, konektivitas saraf, dan perilaku berhubungan dengan posisi individu dalam spektrum imajinasi. | Sumber: Earth.com 

Post a Comment

أحدث أقدم