Tingkat kematian akibat alkohol yang terus tinggi sejak pandemi Covid-19 disebut sebagai “krisis akut” yang membutuhkan tindakan segera dari pemerintah Inggris.
Ringkasan:
- Kematian akibat alkohol di Inggris melonjak sejak pandemi dan terus meningkat, dengan hampir 4.000 kematian berlebih dalam tiga tahun.
- Kebiasaan minum yang terbentuk saat lockdown belum kembali normal, diperparah oleh buruknya akses layanan kesehatan dan kondisi sosial-ekonomi.
- Kelompok miskin dan pria paling terdampak, memperkuat ketimpangan kesehatan dan mendesak perlunya strategi nasional untuk mengurangi bahaya alkohol.
ANTARA 2009 dan 2019, angka kematian akibat alkohol di Inggris relatif stabil, namun pada 2020, saat pandemi melanda, angka ini melonjak 20%, dan meningkat lagi sebesar 13,5% dalam dua tahun berikutnya.
Diperkirakan ada 3.911 kematian berlebih akibat alkohol antara 2020 hingga 2022 dibandingkan jika tren sebelum pandemi terus berlanjut.
Kelompok yang paling terdampak adalah laki-laki, masyarakat miskin, dan mereka yang berusia 50–69 tahun.
Penyebab utama kematian adalah kerusakan hati (liver) akibat konsumsi alkohol jangka panjang, disusul oleh penyebab akut seperti keracunan alkohol.
Data terbaru dari Office for National Statistics (ONS) menunjukkan bahwa tren ini belum berhenti—angka kematian akibat alkohol di Inggris pada tahun 2023 mencapai 8.274 jiwa.
Kebiasaan Minum yang Tak Kembali Normal
Para peneliti menyoroti bahwa kebiasaan minum selama lockdown—seperti minum lebih sering dan dalam jumlah besar—tidak kembali ke pola normal pra-pandemi.
Hal ini diperparah oleh terbatasnya akses layanan kesehatan saat itu dan menurunnya jumlah orang yang mencari pengobatan.
Faktor-faktor lain yang mungkin berperan antara lain:
- Obesitas yang meningkat selama pandemi, memperparah risiko penyakit hati terkait alkohol.
- Covid-19 sendiri, yang memperburuk kondisi bagi penderita sirosis (jaringan parut pada hati).
- Kesehatan mental dan tekanan ekonomi, yang membuat masyarakat lebih rentan terhadap konsumsi alkohol berlebihan.
Dr Melissa Oldham dari University College London (UCL) menyebut situasi ini bukan “fenomena sesaat”, melainkan krisis berkelanjutan yang semakin memburuk.
Ia menyerukan investasi besar pada layanan kesehatan, serta kebijakan publik seperti harga minimum per unit alkohol dan pembatasan iklan.
Ketimpangan yang Menganga
Profesor Colin Angus dari University of Sheffield menekankan bahwa lonjakan ini memperdalam ketimpangan kesehatan yang sudah ada:
Pria dua kali lebih mungkin meninggal karena alkohol dibanding wanita.
Orang di wilayah paling miskin mengalami kematian tiga kali lebih banyak akibat alkohol dibanding wilayah paling makmur.
Dr Gautam Mehta dari UCL menambahkan bahwa rata-rata usia kematian akibat penyakit hati di wilayah termiskin sembilan tahun lebih muda dibanding di wilayah terkaya.
Bahkan, tingkat kematian pasca-rawat inap untuk sirosis jauh lebih tinggi dibanding penyakit jantung atau stroke.
Kebutuhan Strategi Alkohol Nasional
Para ahli sepakat bahwa Inggris membutuhkan strategi alkohol nasional yang menyeluruh untuk mengatasi masalah ini. Strategi ini harus menyasar:
- Alkohol murah dan mudah didapat.
- Pemasaran alkohol yang agresif.
- Deteksi dini dan pengobatan penyakit hati.
Fenomena serupa juga tercatat di negara lain, seperti Jerman, Estonia, Latvia, Bulgaria, Australia, dan Amerika Serikat—menunjukkan bahwa ini bukan hanya krisis lokal, tetapi pola global yang mengkhawatirkan.
Temuan ini dipublikasikan dalam Lancet Public Health oleh tim peneliti dari UCL dan University of Sheffield, yang menganalisis data resmi dari ONS.***
Sumber: Disadur dari artikel berjudul "Increase in alcohol deaths in England an ‘acute crisis’" yang dilansir EurekAlert.
إرسال تعليق